Oleh: Irna
Dani sekeluarga berlibur
ke rumah neneknya Dani di Tasikmalaya, perjalanan cukup jauh dan banyak sekali
belokan. Dani tidak kuat hingga mabuk selama perjalanan menuju rumah neneknya,
ibu memijat pundak Dani dengan kayu putih agar Dani tidak muntah terus. Mereka
pun sampai di Sukarame tempat tinggal nenek Dani, mereka disambut hangat oleh
nenek dan bibi Winda,
"Dani kenapa? Wah,
kasihan sekali sampai pucat," ujar nenek khawatir. Akhirnya Dani tertidur
hingga petang karena kecapekan,
"Kenapa di luar ramai
sekali?" Dani melihat kanan-kiri mencari ayah dan ibunya, Dani lalu keluar
rumah dan ternyata semua keluarga sedang berbincang di teras, kebetulan sekali
di luar sedang ada bulan purnama. Suasana di kampung nenek lumayan ramai,
anak-anak bermain kelereng di halaman rumah sambil bernyanyi
"Bulantok ...
Bulantok ... Aya bulan sagede batok," Dani pun ikut bergabung dengan
anak-anak tetangga nenek, mereka baik dan ramah. Dani dengan cepat mendapat
kawan baru di tempat nenek, ada Agus, Asep, dan Awang. Mereka lalu bermain
kelereng bersama-sama, karena halaman rumah sedikit kotor dan banyak sekali
daun-daun kering berserakan Dani pun mengambil sapu lidi dan membersihkanya,
tapi Asep langsung memarahinya,
"Jangan sasapu malam-malam
dong Dan! Pamali kata ibuku," ujar Asep, Dani merasa bingung, 'Apa itu
Pamali?' Dani garuk-garuk kepala. Agus dan Awang lalu membuang sapu yang
dipegang Dani,
"Pamali itu apa?
Kalau di rumahku ayah enggak apa-apa suka nyapu halaman malam-malam," ujar
Dani,
"Hush! Kamu enggak
tau cerita itu?" ujar Agus sambil memelankan suaranya,
"Cerita apa,
Gus?" tanya Dani penasaran,
"Ah, jangan diceritain
Gus aku mah sieun. Udah ah mau pulang wae," Asep meninggalkan Dani dan
Agus, Awang pun ikut pulang bersama Asep. Dani mendesak Agus untuk bercerita,
"Kata ibuku dulu ada
anak yang sapu-sapu pakai sapu lidi di halaman malam-malam, lalu anak itu hilang
sampai sekarang tidak ketemu. Kata ibu anak itu diculik wewe gombel," Agus
melirik kanan-kiri dengan takut,
"Apa itu wewe gombel,
Gus?" tanya Dani masih belum mengerti,
"Hantu wanita,
rambutnya panjang dan mukanya serem. Suka culik anak-anak, hiiy aku takut. Udah
ya aku pulang saja," ujar Agus tapi sebelum berbelok ke tikungan jalan
Agus memperingatkan Danu lagi," Awas jangan melihat ke pohon itu
malam-malam wewe gombel suka ada disana!" tunjuk Agus pada sebatang pohon
sirsak yang rindang, lama-lama Dani merasa takut juga dan berlari masuk ke
rumah nenek.
Malam
harinya, Dani terbangun tengah malam karena kehausan. Rumah nenek gelap dan
hanya diterangi pelita, belum ada listrik ke rumah nenek. Dani berjalan menuju
dapur yang berada di belakang, ia mengambil gelas dari rak dan menuangkan air
putih dari teko, tiba-tiba ia mendengar suara gaduh dari luar. Dani pun merasa
takut karena teringat cerita Agus tentang wewe gombel, Dani berniat pergi ke
kamar lagi tapi bunyi di luar membuatnya semakin penasaran. Dani menengok ke
luar dari balik jendela rumah nenek ke arah pohon sirsak dan seketika ia berteriak
ketakutan melihat sosok bayangan putih di pohon sirsak. Teriakan Doni
membangunkan nenek dan juga ayah,
"Ada apa Doni? Kenapa
teriak?" tanya ayah, Doni malah menangis dan memeluk nenek,
"Ada apa cucu nenek
kok nangis?" Dani malah menangis
semakin kencang,
"I-itu ada hantu, ada
wewe gombel di pohon sirsak," cerita Doni. Ayah pun melihat ke luar jendela
dan membawa senter, ayah lalu tertawa terbahak-bahak, nenek dan Doni ikut
melihat ke luar,
"Ada apa ayah? Kenapa
tertawa?" tanya Doni sambil terisak,
"Lihat! Itu hanya
karung pembukus sirsak bukan hantu, haduh makanya kalau mau tidur baca doa,"
ujar ayah mengarahkan senternya ke pohon sirsak, benar saja itu hanya karung
goni tertiup angin. Doni berhenti menangis,
"Lalu tadi bunyi apa?
Seperti suara orang terjatu?" tanya Doni, ayah lalu mengarahkan senternya
lagi, dan di bawah karung itu ada buah sirsak yang belum matang. Ukurannya
lumayan besar,
"Oh, nenek lupa
mengganti karungnya. Sudah sobek bawahnya Don, maaf ya kamu jadi berpikir
macam-macam," ujar nenek mengusap kepala Doni,
"Tapi tadi ada suara
seperti orang tertawa," Doni menatap nenek,
"Itu suara ulat celepuk,
memang begitu suaranya seperti orang tertawa."
Semenjak
saa itu Doni jadi tidak takut lagi. Karena cerita Agus itu bohong, nenek bilang
menyapu memang harusnya di siang hari bukan di malam hari.
Saran aja. Untuk penulisan kata asing/daerah perlu dimiringkan atau italic. Terus juga ini kan cerpen lokalitas, nah pemaikaian bahasa daerah perlu diartikan dengan adanya footnote. Bisa juga menggunakan narasi setelah dialog. Misal kalo pakai bahasa Bengkulu
ReplyDelete"Jangann pai kemano-mano, Hani!" Perintah Ibu yang tak mengizinkan Hani pergi.
Saran aja. Untuk penulisan kata asing/daerah perlu dimiringkan atau italic. Terus juga ini kan cerpen lokalitas, nah pemaikaian bahasa daerah perlu diartikan dengan adanya footnote. Bisa juga menggunakan narasi setelah dialog. Misal kalo pakai bahasa Bengkulu
ReplyDelete"Jangann pai kemano-mano, Hani!" Perintah Ibu yang tak mengizinkan Hani pergi.
makasih mbak, nanti kita teruskan, soalnya ini cerita kiriman... hehehe... ikut nulis mbak... :D
Delete